Kisah Sajad Yaqub: Pencarian Suaka yang Menyentuh

"YANG KU TAHU DI HMI KITA BERTEMAN LEBIH DARI SAUDARA"

Perang Afghanistan yang dimulai pada Oktober 2001 merupakan salah satu babak kelam dalam sejarah modern. Setelah serangan teroris yang mengguncang dunia pada 11 September, Amerika Serikat melancarkan kampanye Perang Melawan Terorisme di Afghanistan. Tujuannya jelas: menggulingkan rezim Taliban yang dituduh melindungi al-Qaeda dan menangkap Osama bin Laden. Namun, di balik narasi resmi ini, terdapat banyak pertanyaan yang belum terjawab.

Bagi mereka yang tidak ingin terjebak dalam propaganda, runtuhnya gedung pencakar langit di Amerika Serikat menimbulkan banyak spekulasi. Mengapa gedung-gedung tersebut bisa runtuh dengan sempurna tanpa merusak bangunan di sekitarnya? Isu terorisme yang melanda negara-negara Arab saat ini tidak semata-mata disebabkan oleh doktrin agama, melainkan merupakan bagian dari strategi untuk menguasai sumber daya alam, khususnya minyak, di wilayah yang kaya akan kekayaan alam. Ini adalah bagian dari upaya memperluas kekuasaan teritorial suatu negara.

Di tengah kekacauan ini, muncul pertanyaan mendasar: di mana posisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dibentuk setelah Perang Dunia II untuk menjaga perdamaian dunia? Apakah lembaga ini mampu mencegah terulangnya tragedi serupa?

Di Indonesia, masyarakat sering kali terpesona oleh dinamika politik yang berlangsung. Tahun-tahun politik menjadi momen di mana diskusi politik meramaikan setiap sudut, dari depan rumah hingga kedai kopi. Pada tahun 2019, banyak orang terpaku di depan televisi untuk menyaksikan debat kandidat presiden. Namun, alih-alih membahas program kesejahteraan rakyat, debat tersebut lebih banyak diwarnai dengan tuduhan dan klaim anti-HAM. Kekecewaan pun melanda, dan banyak yang merasa waktu mereka terbuang sia-sia.

Di tengah hiruk-pikuk politik, hak asasi manusia (HAM) sering kali terabaikan. Berbagai konflik yang terjadi di dunia telah memaksa banyak orang, termasuk mereka yang bangga dengan identitas bangsa mereka, untuk mencari perlindungan di negara lain. Pertanyaan kembali muncul: di mana kedua tokoh yang berdebat tersebut ketika hak-hak dasar rakyat terinjak-injak?

Kisah Sajad Yaqub: Pencarian Suaka yang Menyentuh

Salah satu kisah yang mencolok adalah perjalanan Sajad Yaqub dan keluarganya, serta imigran lainnya yang datang ke Indonesia untuk mencari suaka. Indonesia, meskipun terlihat sebagai surga, menyimpan banyak intrik di dalamnya. UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) telah beroperasi di Indonesia sejak 1979 untuk melindungi pengungsi. Namun, pada tahun 2017, Presiden Republik Indonesia menandatangani Peraturan Presiden tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, yang diragukan dapat menyelesaikan masalah pengungsi.

Sajad dan keluarganya menghabiskan hampir sembilan tahun di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado. Namun, pada 31 Januari 2019, UNHCR mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa status mereka sebagai imigran gelap dan akan segera dideportasi. Dalam situasi yang penuh ketegangan ini, Sajad dan beberapa imigran lainnya melakukan protes dengan mogok makan, mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap keputusan UNHCR.

Pada 7 Februari 2019, protes di Rudenim Manado berujung pada tindakan dramatis. Sajad, yang dikenal sebagai sosok berani di kalangan teman-temannya, berusaha melindungi keluarganya dengan ancaman bakar diri. Dalam momen yang penuh emosi, ia berteriak, “Kalau naik, saya akan bakar diri.” Ketegangan meningkat ketika aparat kepolisian datang untuk menertibkan protes tersebut, menciptakan suasana ketakutan di antara imigran, terutama anak-anak dan orang tua.

Sajad, dengan semangat juang yang membara, berusaha melawan dengan cara yang ekstrem. Dalam hitungan detik, api melalap tubuhnya. Meskipun upaya penyelamatan dilakukan, takdir berkata lain. Pada 13 Februari 2019, Sajad, pemuda asal Afghanistan yang merupakan lulusan Teknik Universitas Sam Ratulangi dan aktivis HMI Cabang Manado, menghembuskan napas terakhir setelah menjalani perawatan medis.

Kisah Sajad Yaqub adalah cerminan dari banyaknya tantangan yang dihadapi oleh para pengungsi di seluruh dunia. Dalam pencarian mereka akan perlindungan dan keadilan, sering kali mereka harus menghadapi situasi yang mengerikan. Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk lebih peka terhadap isu-isu kemanusiaan dan berupaya menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua.

"AKU ORANG AFGHANISTAN, AKU PUNYA NEGERI YANG DULUNYA INDAH. AKU BANGGA PERNAH HIDUP DI INDONESIA, SEBUAH BANGSA DENGAN BERBAGAI SEJARAH TAPI SAYANG, TAK ADA NEGARA YANG MELINDUNGIKU" -Alm. Sajad Yaqub


"setiap yang berjuang, belum tentu bisa sepertimu kawan"

respect_


Editor : Mr.Chulleyevo

 

0 Komentar

Ads